Pembukaan Lahan Masif di Binuang Dihentikan: Jaga Deca Desak Penegakan Hukum dan Konservasi

5 Mei 2025 | Buol, Sulawesi Tengah
Oleh: Tim Jaga Deca

Organisasi masyarakat sipil Jaringan Jaga Deca menyampaikan apresiasi terhadap langkah Pemerintah Kabupaten Buol yang menghentikan aktivitas pembukaan lahan secara besar-besaran di Desa Binuang, Kecamatan Bukal. Pembukaan lahan yang dilakukan dengan alat berat itu diduga dilakukan oleh pihak yang memiliki modal besar dan jaringan kuat, bukan oleh masyarakat biasa yang membuka lahan untuk kebutuhan pertanian subsisten.

Kordinator advokasi dan kampanye Jaringan Jaga Deca menyatakan bahwa keresahan warga sebenarnya telah berlangsung lama, namun sorotan publik baru meningkat setelah salah satu anggota DPRD mengunjungi lokasi dan temuan itu diliput media serta tersebar luas di media sosial.

“Pembukaan hutan ini sangat massif dan dilakukan secara terbuka. Ini bukan kegiatan kecil-kecilan. Kami mencurigai ada aktor bermodal kuat di baliknya, Jadi kami menyayangkan adanya framing bahwa pembukaan lahan tersebut dilakukan oleh masyarakat, ini bukan masyarakat biasa” ungkap Ketua Jaga Deca.

Langkah penghentian pembukaan lahan diputuskan dalam rapat koordinasi yang digelar di ruang kerja Wakil Bupati Buol pada Rabu, 23 April 2025. Rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, di antaranya Kepala Kantor BPN Buol, Camat Bokat dan Bukal, Kasat Intelkam Polres Buol, TNI, serta Kepala KPH Pogogul.

Jaga Deca menjelaskan bahwa lahan yang dibuka tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan yang sebelumnya telah dilepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2018 seluas 9.964 hektar, atas permohonan PT Hardaya Inti Plantations (HIP). Namun, informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa areal tersebut tidak dimasukkan dalam permohonan Hak Guna Usaha (HGU) baru oleh PT HIP.

“Kami menduga pihak yang membuka lahan sudah mengetahui status tanah tersebut sebagai APL (Areal Penggunaan Lain), dan juga mengetahui bahwa itu adalah bagian dari kawasan hutan yang dilepaskan untuk PT HIP. Aktivitas ini dilakukan secara terang-terangan, bahkan telah ditanami sawit dengan luas mencapai ratusan hektar,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Jaga Deca menilai kecil kemungkinan bahwa aktivitas tersebut berlangsung tanpa sepengetahuan PT HIP, mengingat lokasinya berdekatan dengan kebun PT HIP Divisi V. “Bisa jadi aktivitas ini diketahui oleh PT HIP, bahkan mendapat lampu hijau, kalau bukan bagian dari kerja sama,” imbuhnya.

Sebagai bentuk dukungan terhadap upaya pelestarian lingkungan dan penegakan hukum, Jaga Deca menyerukan agar pemerintah daerah memastikan penghentian total pembukaan lahan untuk sawit di areal tersebut. Selain itu, Jaga Deca meminta PT HIP untuk menjalankan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 517/Menlhk/Setjen/PLA.2/10/2018.

Tanggung jawab tersebut mencakup: Membangun kebun masyarakat di sekitar kawasan hutan minimal 20% dari total luas kawasan hutan yang dilepaskan; dan Mengembangkan kawasan konservasi bernilai tinggi (High Conservation Value Forest) pada sebagian dari areal pelepasan seluas 9.964 hektar yang tidak dimasukkan dalam permohonan HGU.

“Sudah saatnya perusahaan berhenti hanya mengejar keuntungan. Kami menuntut tanggung jawab sosial dan lingkungan dijalankan dengan sungguh-sungguh,” tegas Jaga Deca.